Rabu, 13 April 2011

Betapa Perang itu Menyakitkan

Mungkin aku gak bisa ngerasain langsung gimana perihnya kondisi saat perang karena aku lahir setelah negaraku merdeka walaupun tidak menutup kemungkinan masih banyak 'perang' yang abstrak ditemukan. Dulu aku pernah bermimpi dalam suatu ketakutan yang luar biasa. Belanda datang lagi melancarkan agresi militernya. Aku benar-benar takut dan bersembunyi di rumah. Rasanya pengen lari ke ujung dunia yang gak ada manusianya. Aku takut senjata. Aku takut kesakitan ketika timah panas menembus tulangku yang dibalut kulit sehingga mengeluarkan aliran merah kehidupanku.


Ya, membayangkan perang pasti terbersit tentang senjata, bom, pesawat tempur, dan lain-lain. Tapi faktanya, gak cuma itu yang harus dihadapi negara yang mengalami perang. Aku pernah baca buku karangan Khaled Hossein berjudul "The Kite Runner". Meskipun karangan fiksi tapi mendeskripsikan kondisi negaranya, Afghanistan, ketika menghadapi peperangan. Atau juga buku true story nya Totto Chan berjudul "Totto Chan's Children". Betapa perang itu menyakitkan. Meskipun peperangan telah selesai, tapi dampaknya luar biasa menghancurkan. Ambil saja contohnya Irak, pengeboman tepat sasaran sekutu yang menghancurkan tiang-tiang listrik, pembangkit listrik, jembatan-jembatan benar-benar menyulitkan masyarakat. Tidak ada lagi supply listrik, tidak ada lagi air bersih yang dialirkan ke rumah-rumah warga, atau untuk memompa pembuangan sehingga kotoran meluap dan masuk hingga ke rumah. Perekonomian nya benar-benar krisis. Begitu juga kondisi Ethiopia setelah perang saudara sekitar tiga puluh tahun menyebabkan kehidupan yang benar-benar hancur. Banyak anak yang meninggal karena kekurangan gizi, bahkan ada anak yang benar-benar keliatan seluruh tulangnya, mulai dari tengkorak hingga mata kakinya. Peperangan di seluruh dunia menjadikan anak sebagai korban dari keegoisan kepentingan-kepentingan manusia. Mereka tidak tahu apa-apa, mereka hanya bisa diam dan percaya kepada orang-orang dewasa yang menghancurkan masa depan mereka. Anak-anak yang malang. Mereka bahkan tidak bisa menangis atau merintih kesakitan karena kekurangan gizi. Mereka hanya bisa membisu dan meninggal dalam kesunyian. Mengapa mereka harus hidup untuk mati??

Perang dan konflik udah ada sejak lama. Apa yang menyebabkan?? Kadang-kadang hanya karena masalah sepele, salah paham, perbedaan kepentingan, perbedaan ideologi, dan perbedaan lainnya. Tuhan menciptakan perbedaan buat kita saling melengkapi, membantu satu sama lain. Bukan malah nyuruh kita adu kekuatan. Kalaupun emang udah benar-benar emosi, setidaknya pikirkanlah hak anak-anak yang penurut itu. Jangan rampas masa depan mereka. Jangan lagi ada perang. Mungkin lagu white lion "when the children cry" bisa menginspirasi kita.

2 komentar:

  1. kakak..
    ayo semangat blogging lagi..
    psotingannya bagus2 kok..

    BalasHapus